Selasa, 30 April 2013

masih tentang kampungku lagi


Wisata Religi di Bandung
Menyambangi Kampung Adat Mahmud
Menyambangi Kampung Adat Mahmud
KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
Setiap kali Idul Fitri, sejumlah tempat ziarah di Bandung dan sekitarnya selalu ramai dikunjungi masyarakat. Beberapa tempat bahkan rutin dikunjungi karena tempat ziarah itu terdapat makam tokoh atau sesepuh yang dianggap memiliki kharisma atau kedekatan dengan raja-raja terdahulu yang membawa Agama Islam masuk ke Indonesia.

Jadi selain berziarah, kedatangan ke makam tersebut juga untuk mengingatkan kembali sejarah perkembangan Islam di Tanah Air, khususnya di Pulau Jawa. Di wilayah selatan Bandung, tepatnya di Kopo, terdapat sebuah lokasi perkampungan unik.

Perkampungan yang disebut Kampung Mahmud itu mirip dengan kampung adat Sunda yang ada di sejumlah tempat di Jawa Barat (Jabar). Seperti kampung adat di Kampung Pulo, Kabupaten Garut.

Kampung Mahmud, tepatnya berlokasi di Kecamatan Mekar Rahayu, Kabupaten Bandung. Terletak di pinggir Sungai Citarum, tidak jauh dari Komplek Perumahan Margahayu Permai ke arah selatan, dapat dicapai oleh kendaraan sekitar 10 menit. Malahan kini bisa dicapai dari Kota Bandung dengan angkutan kota berwarna kuning, hingga sampai di lokasi Pasar Mahmud.

Anda juga dapat menggunakan jasa ojek. Pangkalan ojek berada tepat di pintu masuk pinggir Jalan Kopo, tepatnya di samping jembatan besar Sungai Citarum, akan membantu mengantar menuju lokasi. Jika menggunakan ojek, Anda akan menyusuri pinggir Sungai Citarum. Setibanya dilokasi, sebuah gapura sederhana akan menyambut.

Saat memasuki komplek kampung adat tersebut, akan mulai terasa perbedaannya, terutama dari bangunan rumah penghuninya. Rumah di kampung ini dibangun dengan struktur rumah panggung, hanya sekitar 50 cm dari permukaan tanah.

Dinding bangunan rumahnya pun terbuat dari bilik bambu dan papan kayu. Beberapa pondasi menggunakan beton dan tembok bata. Lokasi rumah yang mendekati Makam Mahmud (tertulis: Makom Mahmud) akan semakin terlihat sangat tradisional. Salah satu kekhususan pada rumah di kampung Mahmud adalah tidak diperbolehkannya memasang kaca pada jendela.

Jadi jendela itu hanya dihalangi oleh ram kawat atau anyaman bambu dan teralis kayu saja. Namun saat ini, dari kunjungan terakhir pekan lalu, meski rumah terbuat dari bilik bambu, nampak sejumlah kendaraan keluaran terbaru terparkir di halaman rumah-rumah tersebut. Barang elektronik seperti tape dan televisi pun sudah tidak asing lagi bagi warga kampung tersebut.

Ada dua masjid dalam komplek kampung adat ini. Satu berlokasi di bagian dalam, berdempetan dengan rumah kuncen. Masjid cukup luas, dan seperti halnya bangunan rumah, terbuat dari biliki bambu dan tanpa jendela.

Berbeda dengan masjid yang berlokasi agak jauh dari makam, masjid ini nampak lebih modern. Meski tetap menggunakan dinding bilik bambu. Pusat kampung adat ini sendiri berada pada makam tokoh RH Abdulmanap, salah satu keturunan dari Bupati Bandung (1645 – 1725 M).

Pada masanya, seperti dikutip dari berbagai sumber, Abdulmanap yang kemudian dipanggil Mahmud merupakan penguasa wilayah tersebut. Gapura kecil bertuliskan Makom Mahmud menjadi pintu masuk ke lokasi makam tersebut.

Puluhan bahkan ratusan masyarakat akan berziarah ke makam setiap malam Jumat, atau malam-malam pada bulan Mulud, Rajab dan Ramadan hingga Idul Fitri. tgh/R-2

Lintasan Sejarah Tentang Penguasa Wilayah

Tepat di depan gerbang masuk makam, sebuah rumah adat dihuni oleh kuncen atau penunggu makam. Berdasakan cerita singkat dari kuncen tersebut, Kampung Mahmud sering didatangi peziarah karena tanah kampung itu sudah bercampur dengan tanah dari Mekah, Arab Saudi. Konon, RH Abdulmanap, penguasa wilayah setempat, pernah menunaikan ibadah haji.

Ketika hendak kembali ke Bandung, ia membawa segenggam tanah dari pelataran Ka'bah. Setibanya di kampung, tanah suci itu kemudian disebarkan di beberapa lokasi kampung. Lalu kampung itu pun diberi nama Kampung Mahmud.

Setelah kampung itu diberi nama Mahmud, tempat ini berkembang menjadi salah satu Pusat Pelajaran Spiritual Islam terkenal di Tatar Sunda, sekaligus menjadi sebuah tempat perlindungan tokoh-tokoh perjuangan dari ancaman kolonial Belanda saat itu. Setelah wafat, RH Abdulmanap dikebumikan di bawah pohon beringin yang rindang.

Pohon yang sudah berusia ratusan tahun itu masih berdiri kokoh di samping makam. Selain makam yang sering dikunjungi, salah satu penanda sejarah berdirinya kampung adat tersebut adalah sebuah batu atau tugu. Tugu ini dibangun untuk menandai bahwa kawasan Mahmud sebagai daerah "suci" seperti halnya Mekah dan Medinah.

Tugu yang tingginya sekitar 50 cm itu berbentuk kuncup. Tugu tersebut kini dilestarikan dengan didirikannya sebuah bangunan tertutup dan terkunci, dikelilingi dengan pagar besi yang cukup tinggi dan beratap. tgh/R-2

Perlu Perbaikan Akses ke Lokasi

Kampung Adat Mahmud sebenarnya merupakan kawasan yang cukup unik. Perkampungan ini sangat berbeda meski dikelilingi oleh perumahan modern, namun tradisi kesederhanannya masih tetap terpelihara.

Kondisi ini sebenarnya dapat menjadikan lokasi perkampungan sebagai salah satu lokasi wisata religi di Bandung. Namun untuk mencapainya masyarakat memang masih merasa kesulitan, terutama karena akses jalan yang sempit dan keterbatasan sarana angkutan umum.

Pemerintah setempat, khususnya Kabupaten Bandung diharapkan dapat lebih memperhatikan keberadaan kampung adat ini terutama akses infrastrukturnya.

Meski demikian, pengembangan infrastruktur juga tidak boleh merubah adat atau tradisi dari Kampung Mahmud. Karena mereka masih memegang teguh tradisi ditengah semakin majunya teknologi.

Perkembangan prasarana penunjang bagi pengunjung dapat dilakukan di luar komplek perkampungan. Karena biasanya peziarah datang dari tempat yang cukup jauh, sehingga memerlukan sarana penginapan yang memadai. tgh/R-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar